Lemah Duhur Lanang atau Situs Cibuaya I merupakan sebuah situs yang terdiri atas struktur bangunan berbahan bata. Menurut catatan dari Balai Pelestari Cagar Budaya atau saat ini bernama BPK (Balai Pelestarian Kebudayaan) IX Wilayah Provinsi Jawa Barat, di Kecamatan Cibuaya terdapat tujuh buah struktur yang tersebar dan untuk saat ini hanya tersisa dua struktur (Lemah Duhur Lanang dan Candi Wadon) yang terlihat di permukaan. Struktur Lemah Duhur Lanang ini memiliki kesamaan dengan candi-candi yang berada di Kompleks Percandian Batujaya, yakni berbahan bata merah. Selain itu, Lemah Duhur Lanang ini juga diperkirakan memiliki orentasi arah hadap yang sama dengan candi-candi di Kompleks Percandian Batujaya, yakni barat laut-tenggara. Arah utara-selatan berada di ujung atau sudut struktur. Situs ini tercatat pertama kali diketahui keberadaannya oleh Dinas Purbakala pada tahun 1952, ketika ditemukannya arca batu yang dikenal sebagai Arca Wisnu Cibuaya. Situs Lemah Duhur Lanang pertama kali dilakukan ekskavasi berkala dari 1975 sampai dengan 1995 oleh Tim Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Fakultas Sastra Universitas Indonesia dan Balai Arkeologi Bandung. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan pada 1984 yang dilakukan oleh Fakultas Sastra Universitas Indonesia berhasil mengidentifikasi sisa bagian kaki sebuah candi bata berdenah bujur sangkar berukuran 3,50 x 3,50 m. Bentuk bangunannya sudah tidak utuh lagi dan keadaannya sudah sangat hancur. Tangga naiknya diperkirakan terletak di sisi timur-laut. Struktur yang terdapat di situs ini memiliki latar belakang keagamaan Hindu dengan konteks bangunan candi yang memiliki lingga di bagian atasnya dan juga di sekitar situs ini pernah ditemukan tiga buah arca batu dengan rupa Dewa Wisnu yang dinamakan Arca Wisnu Cibuaya. Penanggalan dari pembuatan struktur ini belum dapat diketahui secara pasti, namun diperkirakan pembuatannya se-zaman dengan pembuatan candi di Kompleks Percandian Batujaya yang berjarak kurang lebih sekitar 15 km dari situs tersebut. Bangunan ini terletak pada sebuah gundukan tanah berukuran 20 m x 15 m dengan tinggi saat itu kurang lebih 2 m dari permukaan tanah. Penamaan Situs Lemah Duhur Lanang dikarenakan situs ini terdiri dari tanah yang membukit tinggi dan di puncaknya terdapat sebuah batu tegak berdiri (lingga) yang melambangkan alat kelamin laki-laki. Lokasi dari situs ini berada di tengah sawah dengan akses jalan setapak melalui tanggul atau galengan sawah. Saat ini disekitar struktur bangunan ditanami sayur-sayuran oleh masyarakat. Di sebelah barat situs candi ini terdapat sebuah kolam (kobak) berukuran 10 x 10 m dengan kedalaman kurang lebih sekitar 2-3 m. Lemah Duhur Lanang terdiri dari struktur bata berbentuk persegi. Struktur persegi tersebut saat ini berukuran 9,00 m x 8,90m. Ukuran ini mengalami perubahan dengan ukuran yang tercatat pada dokumentasi sebelumnya. Hal tersebut dikarenakan struktur yang mengalami penurunan dan beberapa di antaranya terlihat tergeser posisinya. Bagian atas struktur terdapat batu tegak berdiri (lingga) dengan bahan batuan andesit dengan mineral batuan yang tinggi. Lingga pada bagian atas struktur ini memiliki tinggi 115 cm. Lingga tersebut merupakan Lingga Semu dengan motif sederhana yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bawah lingga (visnubhaga) yang berbentuk segi empat dan bagian atas (rudrabhaga) yang berbentuk silinder dengan ujung agak membulat. Pada bagian ujung sudah mengalami pengeroposan, sehingga bentuk silindernya tidak begitu terlihat dengan jelas. Ukuran siku silinder lingga ini adalah 20 cm. Sementara itu, ukuran lingkar lingga adalah 122 cm (bawah) dan 110 (atas). Situs Lemah Duhur Lanang sampai saat ini masih sering dikunjungi oleh masyarakat, mulai dari pelajar hingga masyarakat umum biasa. Menurut keterangan dari Pak Udin dan Galih selaku Juru Pelihara situs ini, menerangkan bahwa seringkali juga situs digunakan sebagai media ritual keagamaan oleh masyarakat Hindu-Buddha. Dalam acara-acara adat, Situs Candi Lemah Duhur Lanang ini juga sering dijadikan sebagai salah satu tempat dijalankannya proses ritual, seperti menanam kepala kambing di area sekitar situs